AYUB 42:7-17
KHOTBAH MINGGU XIX SETELAH TRINITATIS
Minggu, 18
Oktober 2020
Evangelium : Ayub 42 : 7 – 17
Saudara-saudari yang
terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus..!!
I.
Kitab Ayub merupakan salah satu Kitab hikmat di Israel dan juga di
dalam Kitab Perjanjian Lama. Tokoh Ayub dikenal dengan seorang yang berada di
tanah Us, memiliki perilaku yang saleh, jujur, taat dan setia kepada TUHAN
(Ayub 1:1). Ayub dikenal juga sebagai orang yang terkaya pada zamannya di
sebelah timur, dia memiliki isteri, anak-anak, budak, dan juga hewan ternak
(Ayub 1:2-3).
Kitab Ayub adalah menggambarkan
tentang kisah kehidupan manusia yang sangat realistis. Kisah ini
menggambarkan pola kehidupan manusia pada umumnya. Penggambaran tentang
kehidupan duniawi yang tidak terlepas dengan kekayaan, kemiskinan, kesehatan,
penyakit, kesetiaan dan logika berfikir manusia yang sangat nyata.
Ada sebuah permasalahan teologis yang dikisahkan di dalam Kitab Ayub, yaitu: “penderitaan yang dialami oleh Ayub yang adalah seorang yang benar, jujur, taat dan setia kepada TUHAN.” Masalah ini terurai di dalam bentuk percakapan dan juga diskusi antara Ayub dan sahabat-sahabatnya, yaitu Elifas, Bildad dan Zofar.
Secara jelas di dalam 42 Pasal
yang ada di dalam keseluruhan Kitab Ayub, penulis meletakkan posisi TUHAN
sebagai “Sutradara ulung” atas peristiwa teologis yang terjadi di kitab ini. TUHAN
terlebih dahulu “membanggakan” kepada iblis dan memberikan izin kepadanya untuk
menguji iman dari Ayub (Ayub 1:6-12).
Setelah itu secara beruntun Ayub kehilangan segala harta benda miliknya dan juga
dihinggapi penyakit barah. Bahkan, dia juga kehilangan orang-orang yang
dikasihinya: anak-anaknya meninggal, isterinya meninggalkannya dan
sahabat-sahabatnya mengutuki dirinya.
Secara khusus di dalam teks
khotbah pada hari Minggu ini dituliskan tentang ketiga sosok sahabat Ayub yang
pada mereka menyala murka TUHAN. Kenapa TUHAN sampai murka kepada mereka?
Karena mereka menyampaikan pemikiran dan penilaian yang salah tentang TUHAN.
Mereka menilai bahwa penderitaan
yang dialami oleh Ayub adalah persoalan hukuman atas TUHAN terhadap Ayub. Ayub
memiliki dosa yang besar sehingga dia layak untuk dihukum. Dan secara tidak
langsung mereka memberi penilaian bahwa TUHAN yang disembah oleh Ayub adalah
TUHAN yang kejam dan pemarah.
Pengaruh buruk dari sahabat-sahabat Ayub membuat Ayub memprotes dan tidak peka lagi terhadap TUHAN. Pada akhirnya Ayub menyampaikan rasa kecewanya kepada TUHAN. Disinilah Ayub juga secara tidak langsung menunjukkan dinamika kehidupan dirinya sebagai seorang manusia. Ayub merasa bahwa TUHAN diam atas segala permasalahan dirinya.
TUHAN akhirnya menyelesaikan “skenario” sebagai ujung
dari karya kreatifNya atas diri Ayub. Hal ini tertuang jelas di bagian akhir dari
Pasal 42 kitab ini. Mari kita mempelajari bagaimana karya TUHAN atas kehidupan
manusia yang taat dan setia kepadaNya, sehingga kita semakin mengenal bagaimana
sifat TUHAN dan bagaimana seharusnya kita berperilaku sebagai umat TUHAN.
Saudara-saudari yang terkasih di dalam Tuhan Yesus
Kristus..!!
II.
Ada beberapa point yang dapat kita perhatikan dari perikop kita pada
hari ini:
1. TUHAN Berkuasa Atas Hidup Kita
Seperti manusia pada
umumnya, tentu perjalanan kehidupan kita akan selalu dipenuhi dengan berbagai
pertanyaan. Terkhusus dengan perjalanan kehidupan kerohanian kita yang selalu
mengalami pergumulan. Agar mendapat jawaban yang benar tentang kehidupan
kerohanian kita, maka tentu kita akan bertanya dan juga mengenali siapa sosok
yang berkuasa itu, yaitu TUHAN yang kita kenal di dalam Tuhan Yesus Kristus.
Teks ini dimulai dengan
dengan Firman TUHAN kepada Elifas, sahabat Ayub di ayat 7, “Murka-Ku
menyala terhadap engkau dan terhadap kedua sahabatmu, karena kamu tidak berkata
benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub.” TUHAN murka kepada
sahabat-sahabat Ayub karena mereka belum mengenal siapa TUHAN, tetapi sudah
memberikan keterangan tentang Dia.
Ini menjadi sifat umum
dari banyak manusia. Sebagai contoh sederhana, kita melihat di media massa yang
sering menyebarkan tentang berita HOAX, berita yang tidak terlebih dahulu
dicari tentang kebenarannya, tetapi sudah disebarluaskan kepada orang banyak.
Karakter atau sifat
seperti itu sangat dibenci oleh TUHAN, terkhusus ketika itu menyangkut tentang
diriNya. Tidak ada satupun yang mampu menyelami bagaimana dalamnya pemikiran
TUHAN dan bagaimana indahnya karya TUHAN. Ini juga yang terjadi di dalam
memahami dan mengenali tentang Tuhan Yesus. Masih banyak orang-orang yang di
dunia ini yang meragukan “Ketuhanan” dari Yesus. Hal tersebut diberitakan
secara luas, padahal pengenalan akan Yesus itu sendiri belum dipahami secara
mendalam.
Inilah gambaran tentang
usaha manusia di dunia ini. Manusia tetaplah manusia, manusia bukanlah TUHAN.
Manusia tidak akan pernah mendapatkan pemahaman yang baku dan mapan tentang
TUHAN. Karena, TUHAN tidak akan mampu menjadi objek dari manusia, justru TUHAN
yang menjadi Subjek utama di dalam kehidupan.
Sungguh TUHAN berkuasa
atas seluruh dunia ini. Karya TUHAN di dalam diri Ayub semata-mata hanya untuk
menguji dan memurnikan iman dari Ayub. TUHAN juga tidak mau hambaNya yang setia
dicelakakan oleh dunia. Itu diutarakan di dalam perkataan TUHAN kepada iblis di
dalam Ayub 1:12, “Nah, segala yang dipunyainya ada dalam kuasamu; hanya
janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya.” Iblis tidak
berkuasa atas nyawa dari Ayub, karena yang berkuasa untuk nyawa manusia
hanyalah TUHAN.
Oleh sebab itu, kehidupan
manusia haruslah kudus di hadapan TUHAN. Karena itulah TUHAN menyuruh Elifas
untuk mengambil tujuh ekor lembu jantan dan tujuh ekor domba jantan untuk
dipersembahkan kepada TUHAN melalui Ayub. Korban itu menjadi korban bakaran
untuk meminta pengampunan dosa kepada TUHAN.
Inilah karakter yang
diinginkan oleh TUHAN atas hidup manusia. Manusia haruslah hidup di dalam hidup
yang benar berdasarkan Firman TUHAN. Tidak ada satupun unsur dari dunia yang
mempengaruhi kita untuk menjauh daripadaNya.
Lihat bagaimana karya
TUHAN atas diri Ayub; baik di dalam kekayaannya ataupun penderitaannya, pada
akhirnya Ayub memenangkan pergumulan imannya. Dia mengakhiri semuanya dengan
kemenangan. Dan apa yang menjadi upah atas kesetiaan Ayub? Dia menerima
sukacita di dalam dunia dan mendapatkan pengasihan dari TUHAN.
Lihat bagaimana TUHAN
menggantikan segala kekayaannya menjadi dua kali lipat:
a. Empat
belas ribu ekor kambing domba, yang sebelumnya tujuh ribu ekor kambing domba
b. Enam
ribu ekor unta, yang sebelumnya tiga ribu ekor unta.
c. Seribu
pasang lembu, yang sebelumnya lima ratus pasang.
d.Seribu ekor keledai betina, yang sebelumnya lima ratus ekor keledai betina.
Selain harta, Ayub juga
diberikan tujuh orang anak dan tiga anak perempuan yang bernama Yemima, Kezia
dan Kerenhapukh. Terkhusus untuk anak perempuannya, menjadi anak perempuan yang
tercantik di seluruh negerinya. Dan Ayub mendapatkan penambahan umur selama
seratus empat puluh tahun lagi, sampai ia melihat anak-anaknya dan cucu-cucunya
sampai keturunan yang keempat.
Inilah kuasa TUHAN yang
memberkati manusia di dalam kehidupan di dunia. TUHAN memberi apa yang perlu
dan bahkan bukan tidak mungkin, lebih daripada yang manusia fikirkan
sebelumnya. Yang perlu kita perbaiki adalah bukan kenikmatan dunia yang menjadi
prioritas, tetapi buatlah TUHAN yang menjadi prioritas utama di dalam hidup.
Jangan pernah ragukan kuasa TUHAN atas hidupmu dan jangan pernah tergoda ataupun jatuh di dalam pencobaan iblis. TUHAN sudah menyediakan apa yang perlu di dalam diri manusia. Nikmatilah karya TUHAN atas hidupmu.
2. Kematian Adalah Bagian Dari
Berkat
Cerita ini tidaklah ditutup
hanya dengan kekayaan Ayub yang diganti menjadi dua kali lipat, kembali mendapatkan
keturunan dan mendapat umur yang panjang. Tetapi ayat ini ditutup di ayat
17, “Maka matilah Ayub, tua dan lanjut umur.” Ayub pada
akhirnya mengalami kematian yang juga dirasakan oleh setiap manusia yang pernah
hidup di dunia.
Kehidupan Ayub menjadi
gambaran umum akan kehidupan manusia di dunia ini. Dunia tidak akan terlepas
dari kekayaan dan juga kemiskinan, kesehatan dan juga penyakit, keturunan dan
juga yang tidak memiliki keturunan, kekuasaan dan juga orang yang dikuasai, dan
berbagai warna kehidupan manusia.
Meskipun di dalam hal ini,
Ayub menggambarkan sosok orang yang terkaya dan termahsyur pada zamannya, kita
tidak boleh melupakan bahwa Ayub juga pernah mengalami titik terendah di dalam
kehidupannya. Ini memberi artian kepada kita, bagaimanapun kehidupan kita di
dunia ini, TUHAN tetap hadir bersama dengan kita di dalam kesetiaan kita
kepadaNya.
Puncak sukacita Ayub dan juga puncak sukacita orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus bukanlah diukur dari ukuran dunia. Ada hal penting yang bisa saja luput dari pemahaman kita terhadap teks ini. Ada hal luar biasa yang akan disampaikan teks ini kepada kita, yaitu:
“Kematian adalah bagian dari berkat”
Inilah penutup dari khotbah pada
hari ini. Bagaimanapun warna kehidupan di dunia, semua tidak akan luput dari kematian.
Kematian bukanlah ancaman terhadap kepenuhan dan kematangan keberadaan manusia.
Kematian itu adalah bagian dari kepenuhan hidup. Kematian adalah bagian dari berkat
dan kematian adalah bagian dari kesukacitaan, kepuasan dan kepenuhan hidup.
Oleh sebab itu, tetaplah hidup
di dalam kesetiaan kita kepada Tuhan kita Yesus Kristus. Selama kematian belum menghampiri
kita, biarlah kebiasaan yang baik yaitu hidup di dalam Firman Tuhan menjadi karakter
atas diri kita. Maka kita akan disempurnakan di dalam Tuhan Yesus Kristus. Amin.
Syalom..!!
Selamat hari Minggu untuk kita semua..!!
Tuhan Yesus Memberkati..!!
Komentar
Posting Komentar