DIAM MENYAKSIKAN KASIH SETIA TUHAN (RATAPAN 3:19-26)
TULISAN KHOTBAH MINGGU XVI SETELAH TRINITATIS
Minggu,
02 Oktober 2022
Evangelium : RATAPAN 3 : 19 – 26 / ANDUNG 3 : 19 - 26
Topik: “Tak Berkesudahan Kasih Setia Tuhan” (Ndang Marpansohotan
Asi Ni Roha Ni Tuhan I)
Saudara-saudari yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus..!!
I. PENDAHULUAN !!
Pada suatu hari ada dua orang berjalan bersama-sama. Seorang tersebut merupakan penginjil dan seorang lagi adalah tukang cukur. Mereka berjalan mengitari sebuah daerah kumuh di kota.
Mereka berdua kemudian
berdialog, demikian:
o Tukang cukur:
"Lihat, inilah sebabnya saya tidak dapat percaya ada Tuhan yang penuh
cinta kasih. Jika Tuhan itu baik sebagaimana yang engkau katakan, Ia tidak akan
membiarkan semua kemiskinan, penyakit, dan kekumuhan ini. Ia tidak akan
membiarkan orang-orang ini terperangkap dengan penyakit sosial dan semua
kebiasaan yang merusak watak serta moral manusia. Tidak, saya tidak dapat
percaya bahwa ada Tuhan yang mengijinkan semua ini terjadi."
o Penginjil: (.....diam seribu bahasa...!!)
Kemudian mereka bertemu dengan seseorang yang benar-benar jorok dan bau. Rambutnya panjang dan janggutnya seperti tak tersentuh pisau cukur cukup lama.
o Penginjil: "Anda
tidak bisa menjadi seorang tukang cukur yang baik kalau anda membiarkan orang
seperti dia hidup dengan rambut dan janggut yang tak terurus."
o Tukang cukur:
(Tersinggung)
"Mengapa engkau menyalahkan aku atas keadaan orang itu? Aku tidak
mengubahnya. Ia tidak pernah datang ke tempatku. Saya bisa saja merapikannya
dan membuat ia tampak rupawan!"
o Penginjil: (Sambil melihat
dengan tenang kepada tukang cukur itu)
"Karena itu, jangan pernah sekalipun menyalahkan Tuhan karena
membiarkan orang hidup dalam kejahatan, karena Ia terus menerus mengundang mereka
untuk datang dan 'dicukur.'
Saudara-saudari yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus..!!
Terlampau sering manusia menyalahkan Tuhan atas setiap persoalan yang hadir di dalam kehidupannya!!
Baik itu di kehidupan pelayanan, keluarga, pendididikan, pekerjaan atau dalam hal-hal yang lain. Padahal Tuhan terus mengundang manusia untuk tetap menyerahkan diri kepada Tuhan.
Banyak orang merasa bahwa Tuhan melupakannya dan membiarkan segala kejahatan terjadi di sekitarnya. Undangan Tuhan tersebut sering diabaikan bahkan lebih parahnya lagi, malah sering seolah-olah mengusir kehadiran Tuhan dalam kehidupannya.
Namun, Tuhan tidak pernah melupakan manusia!! Manusia masih diberikan kesempatan untuk mengubah diri, melembutkan hati kita yang keras, memaafkan orang yang telah menyakiti.
Khotbah kita pada hari Minggu ini
menunjukkan sebuah penghiburan di
dalam penderitaan. Terdapat
pengharapan yang diberikan
Tuhan kepada manusia ketika mengalami penderitaan jikalau terus berharap kepadaNya
karena “Tak
Berkesudahan Kasih Setia Tuhan.”
Saudara-saudari yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus..!!
II. POINTER KHOTBAH !!
Kitab Ratapan mengarah kepada kesedihan yang ditulis ketika bangsa Israel mengalami kehancuran, mereka dibuang ke tanah pembuangan. Kejayaan mereka telah sirna. Mereka hanya meratapi nasib mereka akibat dosa yang telah mereka perbuat.
Namun, dibalik kesedihan,
penderitaan dan ratapan itu, ada hal besar yang lebih
daripada itu. Inilah yang mau disampaikan nas khotbah pada hari Minggu ini untuk
kita renungkan.
1. DIMANAKAH TUHAN ??
Akhir-akhir ini kasus kejahatan menjadi sebuah “hot news” di negara kita. Mulai dari pembunuhan berencana, korupsi bernilai miliaran rupiah dan perjudian online.
Yang lebih memprihatinkan, diliput dari salah satu media online (CNN, 30 September 2022), negara Indonesia masuk dalam 100 negara termiskin di dunia (tepatnya peringkat 91 di dunia pada tahun 2022, dikutip dari gfmag.com).
Keterpurukan di dalam ekonomi juga moral, dilengkapi juga dengan topik intoleransi yang sedang hangat mengenai Gereja HKBP Maranatha Cilegon, yang pendirian rumah ibadahnya dilarang oknum masyarakat, ormas dan juga dari pemerintahan.
Semakin menyedihkan ketika alam juga mengancam negara kita. Mulai dari krisis iklim yang melanda seluruh dunia, sampai pada gempa bumi di Tapanuli Utara (yang adalah juga kantor pusat dari Gereja HKBP) yang merusak rumah warga, Rumah Sakit Daerah, Gereja dan sampai menelan korban.
Saudara-saudari yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus..!!
Negara yang menganut Sila Pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa,” seperti bertanya “Dimana kehadiran Tuhan di dalam hal yang sangat memprihatinkan di negara ini??”
Namun perlu kita ketahui, situasi yang lebih kejam dan mencekam pernah dialami oleh umat Israel pada tahun 587 sM, ketika penduduk Yerusalem ditaklukan oleh tentara Babel, yang menyebabkan mereka menjadi budak.
Pengarang Kitab Ratapan yang juga dipercaya oleh para ahli Alkitab ada nabi Yeremia yang turut menulis ini menjadi saksi dari penderitaan yang begitu mencekam saat itu. Kitab Ratapan penuh dengan emosi yang tertekan dan meletup.
Para pengarang
adalah saksi mata dan juga korban dari semua penderitaan yang terjadi ketika kota
Yerusalem dihancurkan:
-
Anak kecil dipaksa memikul kayu sampai terjatuh-jatuh.
-
Gadis dan wanita diperkosa.
-
Pemuda dipaksa memikul batu kilangan.
-
Para pemimpin digantung.
-
Orang lanjut usia dilecehkan.
-
Rumah dan harta dijarah.
-
Anak menjadi yatim
- Dan istri menjadi janda.
Jikalau kita membaca keseluruhan kitab Ratapan di dalam kelima Pasalnya, kita akan merasakan rupa-rupa emosi seperti sedih, sakit hati, kecewa, rasa bersalah, marah, putus asa, berharap, frustasi dan sebagainya.
Yerusalem yang menjadi simbol kehadiran TUHAN telah hancur. Dimanakah TUHAN? Apakah TUHAN masih ada? Pertanyaan-pertanyaan ini kemudian muncul dengan keadaan yang terjadi.
Saudara-saudari yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus..!!
Dengan keadaan yang terjadi di Yerusalem dan juga di negara
kita, apa yang harus kita lakukan?
-
Mengutuk keadaan ini?
-
Putus asa?
- Meronta-ronta mencari jalan keluar?
Ternyata kitab Ratapan tidak memberi saran demikian! Pengarang kitab Ratapan mengajak kita untuk terlebih dahulu merenungi hal yang terjadi. Tidak reaktif, namun pro-aktif. Ya, pro aktif di dalam iman dan pengharapan kita kepada TUHAN yang berkuasa di atas segalanya.
Ayat 19 di dalam perikop ini menjadi dasar perenungan:
“Ingatlah akan sengsaraku
dan pengembaraanku, akan ipuh dan racun itu.”
(Sai ingot ma dangolhon dohot pangaleleon na tu ahu ro di raru dohot rasun).
Ratapan agar TUHAN mengingat kembali janjiNya kepada umatNya. Ingat dan melihat serta menatap kesengsaraan umatNya, akan kepahitan dan kematian yang telah membuat semua menjadi gelap.
Lalu emosi pengarang semakin meluap namun terlihat anggun
di dalam ayat 20:
“Jiwaku selalu teringat
akan hal itu dan tertekan dalam diriku.”
(Sai paingotingot ma tutu, asa tung sabam rohangku di bagasan.)
Saudara-saudari yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus..!!
Hal ini semakin menyadarkan
kita mengenai kodrat manusia sebagai
mahkluk yang memang harus menghadapi
penderitaan di dalam hidupnya. Kita harus mengingat bahwa hidup ini sendiri
adalah suatu bentuk penderitaan:
-
Orang kaya menderita karena kekayaannya.
-
Orang miskin menderita karena kemiskinannya.
-
Orang yang tidak punya keluarga menderita karena mereka tidak
punya keluarga.
-
Orang yang mengejar kenikmatan duniawi menderita karena kenikmatan
duniawinya.
-
Orang yang tidak merasakan kenikmatan duniawi menderita karena
tidak pernah merasakannya.
-
Orang yang tidak percaya kepada TUHAN akan menderita karena
idealismenya.
- Orang yang beriman kepada TUHAN akan menderita karena imannya.
Lalu, penderitaan itu akan menggiring kita kepada pemahaman dan sebuah prinsip utama, yaitu “Rasa sakit dan penderitaan tidak dapat dielakkan dan kita harus belajar untuk berhenti menolaknya !!”
Inilah “KEBENARAN YANG PALING AGUNG,” yaitu sebuah kebenaran di dalam hidup yang paling tidak enak didengar. Secara biologis, penderitaan itu bermanfaat. Ini adalah agen alami untuk perubahan yang menginspirasi.
Rasa sakit dalam segala bentuk, merupakan alat yang paling efektif dari tubuh kita untuk mendorong suatu aksi.
Saudara-saudari yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus..!!
Saya sendiri memiliki pengalaman yang mungkin juga saudara-saudari pernah mengalaminya. Ketika pertama kali saya melihat anak saya demam tinggi, saya tentu bereaksi dengan penuh ketakutan.
Ternyata penyebab demam itu sendiri adalah “gigi yang mau tumbuh.” Saya baru tahu dan menyadari hal itu (karena saya sendiri lupa bagaimana masa kecil saya ketika tumbuh gigi). Namun, ini menjadi sesuatu yang wajar dan alamiah dalam pertumbuhan manusia.
Mana ada manusia yang mau hidup tanpa gigi. Bahkan banyak orang tua yang sampai menggunakan “gigi palsu” untuk “menyempurnakan” bagian tubuh yang sangat penting tersebut.
Saya tidak fokus kepada gigi yang sakit dan demam itu. Saya mau mengatakan, bahwa hal yang paling penting dalam hidup manusia, haruslah terlebih dahulu melewati proses yang menyakitkan. Atau inilah yang kita katakan dengan penderitaan itu.
Lalu kemudian, sebagai orang yang percaya kepada Tuhan Yesus, maka fikiran kita akan dijernihkan dengan hal yang sangat luar biasa.
Saudara-saudari yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus..!!
Penulis kitab Ratapan membawa kita kepada inti dari kitab
ini yang dituliskan di ayat 21-23:
“21Tetapi
hal-hal inilah yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan berharap: 22Tak
berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, 23selalu baru tiap pagi; besar
kesetiaan-Mu!”
(21I ma antong parateatehononhu, ala ni i do umbahen marpanghirimon ahu. 22Asiasi ni Jahowa sambing do umbahen so haru sun siap hami, ai ndang marpansohotan asi ni rohaNa i. 23Mulak rata do i tahe ganup sogot, godang ma tutu habonaronMu.)
Kita kemudian “beralih” dari kesakitan dan penderitaan, kepada iman dan pengharapan yang akan terus bertumbuh semakin matang dan dewasa!!
Sebagaimanapun kita membenci penderitaan dan kesakitan, ternyata hal itu sangat berguna, terkhusus di dalam kehidupan spiritual dan kerohanian kita:
“Kita akan semakin melihat dan menikmati kasih setia TUHAN di dalam penderitaan dan kesakitan.”
Inilah kebenaran itu, inilah kebahagiaan yang sejati, ketika kita semakin dekat dengan TUHAN yang berkuasa melimpahkan kasih setiaNya.
Lalu, dimana TUHAN?
-
Disini: Ya, di tempat ini! Bersama dengan kita sambil tersenyum
menatap kita!
- Disana: Ya, dimana banyak orang yang hidup di dalam penderitaannya. TUHAN juga turut menderita bersama dengan orang-orang yang berseru kepadaNya.
TUHAN ada dimana orang berseru kepadaNya!!
Dia akan memulihkan !!
Saudara-saudari yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus..!!
2. BERDIAM DIRI MENANTI PERTOLONGAN TUHAN!!
Apa yang kita perbuat ketika menghadapi masalah?
-
Marah?
-
Takut?
-
Kecewa?
-
Berteriak?
- Curhat?
Perikop ini memberi solusi di ayat 26:
“Adalah baik menanti
dengan diam pertolongan TUHAN.”
(Martua ma manang ise na hohom manghalungunhon hatuaon ni Jahowa.)
Sepintas, akan terlintas di fikiran kita: Apakah dengan “diam” maka persoalan dan masalah kita akan selesai? Ya, tentu saja TIDAK! Tidak akan mungkin masalah selesai, kalau kita hanya diam terpaku meratapi masalah kita, tanpa melakukan sesuatu apapun!
Lalu, apa yang kita perbuat selama berdiam diri?? Dengan berdiam diri kita bisa mengingat kembali masa lalu. Pada masa lalu TUHAN telah menolong kita dari penderitaan-penderitaan yang dulu.
Ini yang dikatakan di ayat 24:
“TUHAN adalah bagianku,
kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya.”
(Jahowa do parjambaranhu, ninna tondingku, dibahen i marhaposan tu Ibana ma ahu.)
TUHAN sudah menjadi bagian dalam hidup kita. TUHAN sudah bersama-sama dengan kita melewati masa lalu kita. Dan untuk mengarungi masa depan, mengapa kita tidak percaya lagi dengan penyertaan TUHAN? Dia tetap sama: Dulu, sekarang dan selama-lamanya.
Saudara-saudari yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus..!!
Masalah dan penderitaan yang kita alami dapat kita ibaratkan sebagai sebuah tenunan. Tenunan itu akan membentuk kain kehidupan, dan merobek tenunan itu bukan saja mustahil dilakukan, tetapi juga akan merusaknya: usaha untuk menghilangkannya akan melepaskan semua ikatan.
Berusaha untuk menghindari penderitaan dan masalah, sama halnya dengan merusak tenunan itu. Justru itu akan menimbulkan masalah baru yang jauh lebih besar.
Itu sebabnya, kita perlu mengalihkan perhatian kita. Seperti
perhatian yang diberikan oleh penulis Ratapan di ayat 25:
“TUHAN adalah baik
bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia.”
(Pardengganbasa do Jahowa mida angka na marhaposan tu Ibana, mida tondi ni na mangalului Ibana.)
Inilah pentingnya bagi kita untuk “mengalihkan perhatian” kita kepada yang lebih luar biasa. Bukan
untuk melepas tenunan itu, tetapi mengalihkan
perhatian kepada sebuah harapan
bahwa KAIN TENUNAN itu akan menjadi
INDAH ketika selesai dikerjakan.
Fokus kepada kebaikan TUHAN di dalam harapan kita dalam mengarungi setiap gelombang kehidupan. Ini cara TUHAN membentuk kita sebagai orang-orang yang menang di dalam pertandingan kerohanian. Sehingga, kita dilayakkan menjadi warga Kerajaan Sorga dalam kemenangan bersama dengan Tuhan Yesus Kristus. Amin.
Syalom..!!
Selamat Hari Minggu Bagi Kita Semua..!!
Tuhan Yesus Memberkati..!!
Pdt. Ferdinand Fernando Silaen
Komentar
Posting Komentar