KRISTUS POKOK KESELAMATAN ( IBRANI 5 : 5 - 10 )
TULISAN KHOTBAH MINGGU JUDIKA
Minggu,
21 Maret 2021
Evangelium
: IBRANI
5 : 5 – 10
"KRISTUS POKOK KESELAMATAN"
Saudara-saudari
yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus..!!
I. PENDAHULUAN
“Jikalau ada yang mudah, kenapa harus yang susah?” Begitulah kira-kira pemikiran sederhana yang bisa diterima ketika diperhadapkan dengan dua pilihan: “mudah” atau “susah.” Apakah kita sering diperhadapkan dengan hal ini?
Untuk hal tertentu pernyataan tersebut tentu dapat tertolerir. Namun, untuk urusan “iman” pernyataan tersebut dapat membuat kita terjatuh di dalam pencobaan yang bisa saja membuat seseorang berfikir untuk tetap berpegang teguh di dalam imannya.
Hal yang seperti itu terjadi pada jemaat Kristen (yang berasal dari golongan Yahudi) di Ibrani. Ada kesulitan yang mereka hadapi dari kalangan Yahudi yang mengancam kehidupan kerohanian mereka. Kalangan Yahudi secara tegas memaksa mereka untuk kembali kepada agama Yahudi dan meninggalkan Kekristenan mereka.
Tidak hanya itu, mereka juga diperhadapkan dengan “pola pikir logis” yang pada saat itu dipengaruhi oleh filsafat Plato (yang sangat terkenal pada saat itu). Secara tegas pergumulan itu langsung tertuju kepada sosok “Yesus” yang “dipertanyakan” akan hal kuasa dan KetuhananNya.
“Apakah Yesus yang mereka imani sebagai Tuhan itu benar-benar Tuhan karena Dia disalibkan?” Penyaliban itu mereka anggap sebagai sebuah peristiwa yang sangat tidak mungkin dialami oleh Tuhan, karena penyaliban itu hanya diberikan kepada seorang penjahat yang melakukan tindak kejahatan yang sangat berat.
Oleh sebab itu, surat Ibrani ini menjadi sebuah khotbah dogmatis kepada jemaat Kristen di Ibrani untuk memperkuat keimanan mereka, agar mereka tidak meragukan sosok Yesus yang telah mereka imani selama ini. Penekanan secara teologis di dalam Surat Khotbah Ibrani ini menyatakan bahwa “TUHAN Menyatakan FirmanNya Di Dalam Diri Yesus Kristus Dan Yesus Kristus Adalah Imam Besar Yang Agung Yang Telah Menembus Sorga, Sekaligus Ia Juga Adalah Manusia.”
Penekanan dengan gaya bahasa filsafat yang terdapat di dalam khotbah Ibrani inilah yang memperkuat keimanan seorang pengikut Kristus, terlebih untuk kita orang Kristen yang hidup di zaman yang serba mudah dan instan dengan teknologi yang semakin memudahkan manusia.
Oleh karena
itu, marilah kita memahami dan merenungi perikop khotbah ini yang akan menjadi
kekuatan baru untuk kita di dalam memahami kuasa dan kehadiran Tuhan Yesus
sebagai Imam Agung yang telah menebus kita dari hukuman karena dosa.
Saudara-saudari
yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus..!!
II.
POINTER KHOTBAH
A. Pemahaman Teologis Mengenai Tuhan Yesus Sebagai Imam Agung
Sampai saat ini perdebatan mengenai
perayaan hari kelahiran Tuhan Yesus ke dunia belum mencapai titik temu. Ada
yang berpendapat bahwa perayaan hari Kelahiran Tuhan Yesus (selain daripada
Natal Umum tanggal 25 Desember) haruslah dirayakan sebelum tanggal 25 Desember
dan ada yang mengatakan bahwa itu harus dirayakan di atas tanggal 25 Desember.
Dan ini menjadi sebuah fenomena karena orang Kristen lebih condong memahami bahwa kedatangan Tuhan Yesus ke dunia ini hanya berfokus pada kelahiranNya. Sehingga, jemaat Kristen (sebagian) hanya berfokus dan memandang bahwa kelahiran Tuhan Yesus menjadi inti dari kedatanganNya.
Sebagai seorang Kristen yang sudah memiliki kematangan rohani, patutlah kita memperhatikan bahwa situasi ini besar pengaruhnya oleh karena “kemahiran di bidang ekonomi dan bisnis” yang memperjual-belikan segala ornamen Natal ketika menjelang bulan Desember.
Secara tidak langsung fokus manusia hanya menjadi sebuah euforia yang melunturkan makna sesungguhnya mengenai kedatangan Tuhan Yesus ke dunia ini. Perikop ini memberi jawab secara teologis untuk mengembalikan sebuah pokok fikiran yang utuh tentang Tuhan Yesus dan kedatanganNya ke dunia ini.
Predikat dan Gelar “Imam Agung” secara rohani dianugerahkan kepada Tuhan Yesus atas karya penyelamatan yang diselesaikanNya dengan sempurna. Dapat dikatakan karya itu tidak selesai hanya pada peristiwa kelahiran.
Predikat Imam Agung diarahkan kepada pemahaman Yahudi mengenai “pengampunan dosa” yang dilakukan oleh seorang Imam dengan cara mempersembahkan korban bakaran. Persembahan korban bakaran / darah korban bakaran pada pemahaman agama Yahudi menjadi sebuah “penggantian” dari dosa menjadi sebuah kesucian.
Tidak dapat dipungkiri, sesungguhnya pemahaman dari “penebusan dosa” hanya dapat ditebus dengan “darah.” Dan pada agama Yahudi darah itu berasal dari hewan yang tidak bercacat dengan dengan segala persyaratan kesucian sebelum hewan itu dikorbankan.
Tidak hanya kesucian hewan yang akan dipersembahkan itu. Kesucian dan kekudusan dari Imam yang akan mempersembahkan korban bakaran itu menjadi salah satu persyaratan penting agar pelaksanaan kegiatan penebusan dosa manusia dapat terwujud.
Tuhan Yesus mengakumulasikan itu dengan sempurna di dalam diriNya. DarahNya yang mengalir di kayu salib adalah darah yang tidak bercacat. Dia mengembalikan kehendak TUHAN yang sesungguhnya bahwa darah yang sempurna adalah darah manusia, bukanlah hewan yang selama ini dipakai oleh agama Yahudi untuk pelaksanaan penebusan dosa.
Tidak hanya menjadi Kurban Pendamaian, Tuhan Yesus sendiri sekaligus bertindak sebagai Imam Besar. Patut kita ketahui, pemahaman masyarakat Yahudi mengenai garis keturunan Imam itu sangat mutlak. Garis keturunan Imam haruslah berasal dari garis keturunan Harun yang menjadi Imam pertama.
Garis keturunan Harun diteruskan pada salah satu suku di Israel yaitu suku Lewi. Secara turun temurun, suku Lewi menjadi pewaris dari kaum Imam di Israel. Hal ini sempat menjadi perdebatan pada kaum Israel untuk menghardik orang Kristen yang berasal dari golongan Yahudi, karena Yesus berasal dari garis keturunan suku Yehuda.
Namun Tuhan Yesus secara rohani menjadi seorang Imam yang Agung, bahkan masuk di dalam kategori Imam Besar di dalam peraturan Melkisedek (seorang Raja dan juga Imam pada orang Yahudi yang telah menetapkan predikat Imam dengan persyaratan oleh karena kekudusan dan kesucian).
Tuhan Yesus telah sempurna melaksanakan tugasnya sebagai “Manusia” dengan kelahiran dan kehidupanNya di dunia ini sebagai Manusia yang ikut merasakan kehidupan di dunia yang fana ini. Dia merasakan sakit dan getirnya di dalam perjuangan agar tetap hidup dan makan. Namun, meskipun sebagai Manusia, Dia telah sempurna menyelesaikan tugasNya sebagai manusia dengan tidak terjatuh di dalam dosa yang umumnya dilakukan oleh manusia secara keseluruhan.
Tuhan Yesus hidup dengan kekudusan, kesucian dan kesalehan meskipun Dia memakai tubuh manusia. Inilah kekhususan dan keistimewaan dari diriNya yang menjadi seorang Manusia. Dengan hal itulah Dia ditetapkan sebagai seorang Imam Besar atas perbuatanNya di dunia ini.
Selain daripada itu hal besar yang telah dilakukanNya adalah dengan mempersembahkan DiriNya sendiri menjadi Kurban Pendamaian agar manusia diselamatkan dan diampuni dosaNya. Melalui peristiwa di Kayu Salib, Tuhan Yesus telah menyelesaikan TugasNya yang besar itu.
Dan dengan hal itulah Dia mendapat predikat sebagai Imam Agung. Kekudusan, kesucian dan kesalehanNya menjadi “ganti” dari kekotoran manusia atas dosa yang telah mencemari. Dia dimuliakan atas karya yang telah dilakukanNya.
Oleh sebab itu, Tuhan Yesus menjadi sebuah pokok keselamatan bagi manusia agar hidup di dalam kekudusan yang berkenan di hadapan TUHAN. Tuhan Yesus menjadi pokok keselamatan yang memberi kehidupan yang baru kepada manusia.
Hidup di dalam Tuhan Yesus selama di
dunia ini menjadi sebuah jaminan bagi manusia untuk mendapatkan kekekalan dan
keabadian yang dipersiapkan oleh TUHAN. Hidup di dalam Tuhan Yesus menjadi
sebuah kesucian dan kekudusan bagi manusia agar dosa yang dilakukan dapat
diampuni.
B. Refleksi Teologis Bagi Umat Kristen
Selama kita masih hidup di dunia ini, kita tidak akan pernah luput dari tantangan dan kesulitan. Tantangan dan kesulitan itu tidak hanya berwujud dari tangisan dan ratapan atas kehilangan dari apa yang telah kita miliki atau kenyataan dunia yang dapat menyakiti hati kita.
Namun, tantangan dan kesulitan itu secara relevan dapat terlihat dari segala kemudahan yang telah ditawarkan oleh dunia ini. Hidup di zaman yang serba instan dan mudah untuk saat ini dapat menggeser kekokohan iman kita. Seperti pernyataan di dalam pendahuluan di atas “Jikalau ada yang mudah, kenapa harus yang susah?” bisa saja membuat kita tidak mau bersusah payah untuk mempertahankan iman kita.
Namun
khotbah ini mau mengingatkan kita untuk tetap hidup di dalam pola hidup yang
diajarkan oleh Tuhan Yesus kepada kita yaitu:
a.
Hiduplah di dalam kasih dan
penuh pengorbanan kepada sesama.
Sebuah pengajaran yang sangat berharga dari
Tuhan Yesus kepada para pengikutNya yaitu memberikan nyawaNya sebagai tebusan
bagi manusia. Memang tidak ada yang mampu sempurna seperti yang dilakukan oleh
Tuhan Yesus. Namun, pemahaman ini menjadi pokok dasar untuk segala sesuatu yang
harus dilakukan oleh orang-orang yang percaya.
Untuk kehidupan saat ini, patutlah kita
memandang sebuah pola yang mengarah kepada “hidup yang pro kehidupan.”
Sebagai sebuah contoh sederhana ketika kita mau “berkorban” untuk mengurangi
mobilitas aktivitas dan juga selalu memakai masker di dalam suasana pandemi
Covid-19 ini.
Para ahli mengatakan, meskipun vaksinasi
sedang berada pada tahap proses untuk keseluruhannya, namun vaksinasi bukanlah
menjadi penutup atas Covid-19, namun pandemi ini dapat menjadi sebuah endemi.
Dalam artian, Covid-19 tidak sepenuhnya akan berlalu dari dunia ini.
Untuk itulah pengorbanan utama yang harus kita
lakukan adalah turut serta di dalam penyelenggaraan protokoler kesehatan di
dalam setiap kegiatan kita. Ini tidak hanya untuk menyelamatkan diri kita,
namun juga untuk menyelamatkan sesama kita dari penularan penyakit tersebut.
Contoh kedua yang relevan untuk kita adalah
dengan “berani bersuara tegas memberontak setiap ketidakadilan dan
penindasan kepada manusia.” Sikap diam untuk ketidakadilan dan penindasan
yang terjadi di sekitar kita adalah salah satu bentuk kejahatan yang besar dan tidak
terlihat secara fisik namun hal itu sangat berdampak kepada kejahatan yang semakin
merajalela.
Bersuara di dalam kebenaran dan juga bertindak
di dalam keadilan adalah sebuah wujud manusia yang “pro kehidupan.”
Seperti Tuhan Yesus yang membawa kebenaran ke dunia ini, seperti itulah pokok dasar
kehidupan orang-orang yang percaya.
b.
Arahkan segala kehidupanmu
kepada Tuhan Yesus.
Terombang-ambing dengan keadaan bukanlah hal yang
diinginkan oleh Tuhan Yesus kepada umatNya. Tetap teguh dan kokoh dalam menghadapi
badai kehidupan adalah kehidupan yang diinginkan oleh Tuhan Yesus kepada kita.
Bagaimanapun dunia mencoba membawa kita untuk mengikutinya,
teguh dan kokohlah di dalam pengajaran FirmanNya. Penderitaan yang dialami di dalam
dunia ini bukanlah selamanya, namun hanya sementara. Kesakitan, lelah sampai pada
kematian, bukanlah ujung dari segalanya.
Tuhan Yesus yang adalah pokok kehidupan adalah
acuan dasar keimanan kita. Tuhan Yesus telah mempersiapkan tempat keabadian dan
kekekalan bagi orang-orang yang tetap setia. Penderitaan di dunia ini akan berganti
dengan sukacita dan damai yang kekal bersama dengan Tuhan Yesus.
Inilah yang disuarakan di dalam Minggu Judika,
mintalah keadilan kepada TUHAN. Tuhan Yesus tidak akan diam dengan perbuatan kita
yang selalu berada di dalam kesetiaan. Tuhan Yesus akan menyinari kita dengan wajahNya
dan kita akan diberikan Roh Penghiburan dan sukacita. Selamat merenungi Firman Tuhan.
Amin.
Syalom..!!
Selamat hari Minggu bagi kita semua..!!
Tuhan
Yesus memberkati..!!
Pdt. Ferdinand Fernando Silaen
Komentar
Posting Komentar