YUNUS 3 : 1 - 10
TULISAN
KHOTBAH MINGGU III SETELAH EPIPHANIAS
Minggu,
24 Januari 2021
Evangelium : YUNUS 3:1-10
Topik: Kemurahan Allah Yang Menyelamatkan
Saudara-saudari yang terkasih di dalam Tuhan
Yesus Kristus..!!
I.
LATAR BELAKANG
Kitab Yunus adalah sebuah kitab di dalam Perjanjian Lama yang dengan tegas melawan sikap rasial dan eksklusif. Karena, orang yang bersikap rasial dan fanatik dikritik adalah orang yang secara tidak sadar telah menempatkan dirinya di atas TUHAN.
Yunus atas nama agamanya yang fanatik dan eksklusif menolak panggilan TUHAN. Yunus tidak setuju kalau orang lain dan orang asing juga dikasihi dan diselamatkan oleh TUHAN. Meskipun pada akhirnya kehendak TUHAN yang berlaku, namun Yunus tetap tidak menerimanya.
Kitab Yunus adalah sebuah tulisan untuk mengkritik sikap orang-orang Yahudi setelah zaman pembuangan yang bersikap fanatik dan eksklusif dengan Keyahudiaannya. Mereka mengklaim bahwa hanya mereka yang menjadi umat TUHAN dan bangsa lain tidak dapat digolongkan sebagai umat TUHAN.
Seperti kehidupan para pengikut Kristus di dunia ini, sifat seperti ini juga menjadi sebuah point berharga yang dilandaskan oleh pemikiran kitab ini dan juga teladan dari Tuhan Yesus. Seperti Tuhan Yesus yang datang ke dunia ini untuk menyelamatkan “semua” manusia dan bahkan dunia ini dari kematian karena dosa, seperti itulah kehidupan orang-orang yang percaya akan berdampak kepada semua manusia dan membawa kepada kebenaran daripada Yesus Kristus.
II.
POINTER KHOTBAH
Untuk
mendapatkan pola perbandingan dalam mencari makna dari teks khotbah hari ini,
saya akan membawa saudara-saudari kepada sebuah perbandingan sifat dan karakter
umum dari manusia dan TUHAN. Sudah tentu tidak ada satu pun dari antara kita
yang mengatakan bahwa “manusia bisa mencapai sifat dan karakter TUHAN.”
Tetapi dari dua sifat umum ini, kita akan menemukan sebuah titik temu atau
benang merah tentang “bagaimana sebenarnya hidup sesuai dengan yang
diinginkan oleh TUHAN.”
A.
Manusia Tidak Luput Dari Sifat KE-AKU-AN
Patutlah kita bersyukur kepada Sang Pencipta
karena kita terlahir sebagai manusia. Keistimewaan dari manusia adalah memiliki
naluri untuk hidup dan juga berfikir untuk hidup.
Yang membedakan manusia dengan ciptaan yang lain adalah ciptaan yang lain hanya
memiliki naluri untuk hidup, tanpa memiliki cara berfikir untuk
hidup.
Sebagai contoh sederhana: baik manusia, hewan
dan juga tumbuhan dituntut untuk selalu memenuhi kebutuhan pangan
atau dapat kita katakan selalu makan untuk menutupi rasa lapar. Semua akan
memprioritaskan bagaimana cara untuk mendapatkan makanan.
Keistimewaan manusia adalah manusia selalu
dipenuhi pertimbangan akal fikiran dan daya rasional untuk mendapatkan makanan
itu. Berbeda dengan ciptaan yang lain yang memperkuat insting membunuh
untuk mendapatkan makanan.
Nah, keistimewaan manusia dengan adanya “fikiran”
ini akan tersaring seiring “pengenalannya terhadap TUHAN, Sang Pencipta.”
Muncul istilah “jahat di mata TUHAN” seperti gambaran perilaku
dari orang yang tinggal di Niniwe (Yunus 1:2).
Niniwe adalah sebuah kota yang mengagumkan
besarnya, tiga hari perjalanan luasnya (Ay. 3). Namun, kebesaran dan luas
wilayah, bukanlah menjadi sebuah hal yang dapat dibanggakan mereka di hadapan
bangsa lain dan terkhusus di hadapan TUHAN. Perilaku mereka yang mendukakan dan
juga membuat amarah TUHAN adalah sebuah gambaran umum tentang perilaku
kehidupan mereka yang jahat.
Muncul pertanyaan:
a.
Kenapa istilah “jahat
di mata TUHAN” itu muncul, padahal manusia memiliki fikiran?
b.
Apa sebenarnya “kategori”
kejahatan di hadapan TUHAN?
Melalui dua pertanyaan itu membawa kita kepada
sebuah pemahaman bahwa fikiran manusia “tidak sempurna”
tanpa ada pemahaman yang benar dari TUHAN yang menciptakan manusia.
Fokus kepada teks khotbah hari ini, bisa kita
membaca ayat penutup pada kitab Yunus pasal 4:11 dikatakan, “Bagaimana
tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk
lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya TAK TAHU MEMBEDAKAN
TANGAN KANAN DARI TANGAN KIRI, dengan ternaknya yang banyak?”
Ada sebuah “masalah” yang terdapat pada orang Niniwe yaitu “tidak dapat membedakan tangan kanan dari tangan kiri.” Artinya, secara umum mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan itu tidak sesuai dengan kehendak TUHAN, maka mereka dikatakan jahat!!!
Ternyata tidak hanya masyarakat Niniwe, Yunus
yang adalah orang yang dipilih TUHAN ternyata juga tidak
mengetahui apa yang diinginkan oleh TUHAN. Mengapa? Karena ada penolakan
dari Yunus atas perintah TUHAN. Yunus tidak mau masyarakat Niniwe selamat dari
hukuman TUHAN.
Setelah kita menemukan masalah itu, kita dapat
membawa di dalam kehidupan manusia secara umum pada saat ini. Banyak
“kejahatan” yang dilakukan manusia karena “tidak mengetahui”
bahwa perbuatan mereka tidak berkenan di hadapan TUHAN.
Masalah sesungguhnya adalah “Kurangnya
pengenalan akan TUHAN.”
Ini sebuah gambaran kepada manusia yang hidup
pada saat ini. Baik orang yang beragama ataupun orang yang tidak beragama
ternyata masih banyak yang kurang mengenal TUHAN!
Keegoisan manusia yang hanya fokus kepada naluri
untuk hidup dan cara berfikir untuk hidup seolah menutup
sifat Ilahi yang dapat dianugerahkan TUHAN kepada manusia. Garis sederhananya
seperti ini:
a.
Manusia Tidak Beragama
Kecenderungan manusia tidak beragama atau
tidak mengakui adanya TUHAN, selain daripada kurangnya pengenalan terhadap
TUHAN, manusia itu sendiri dilingkupi “keegoisan” yang menyatakan
bahwa “kekuatan” manusia adalah yang tertinggi di atas segalanya.
b.
Manusia Beragama Yang Tidak
Berperilaku Sesuai Kehendak TUHAN
Tidak munafik, masih banyak manusia yang
beragama hanya bertujuan agar “dirinya masuk ke Surga” seperti
yang diajarkan oleh agamanya. Atau manusia hanya ingin mendapatkan kedamaian
hanya untuk dirinya sendiri.
Jikalau prinsip eksklusif yang
hanya mencari keuntungan untuk dirinya sendiri ini, sebenarnya masih dapat
digolongkan ke dalam “naluri untuk hidup” setelah dia mati atau
selama dia hidup di dunia ini. Tidak terfikir bagaimana agar manusia yang lain
juga mendapatkan kedamaian atau surga seperti ajaran agamanya.
Sederhananya: Ketika dia hidup di dunia ini,
dia menginginkan kedamaian untuk dirinya. Dan ketika dia mati, dia menginginkan
kehidupan abadi yang penuh dengan kedamaian. Catatan: Tidak memperdulikan
orang lain juga mendapatkan hal itu!
Ini yang terjadi pada Yunus. Dia tahu tentang
Kitab Suci agamanya. Dia mengikuti semua yang tertulis disitu, tetapi dia tidak
membuka diri untuk membawa orang lain juga mengenal TUHANnya dan mendapatkan
kedamaian dari TUHANnya.
Apakah ini juga masih relevan dengan kehidupan
saat ini? Saya katakan ini masih relevan. Baik orang yang sudah beragama atau orang
yang belum beragama, jika sifat egois dan hanya mementingkan kehidupannya sendiri
tanpa memperdulikan kehidupan orang lain, dia masih tergolong orang yang belum melakukan
sesuai dengan kehendak TUHAN dan agamanya.
Untuk mengetahui apa sebenarnya yang menjadi kehendak
TUHAN atas manusia, mari kita merenungkan siapa sesungguhnya TUHAN dan bagaimana
sifatNya
B.
TUHAN Adalah
Kasih
Banyak teori yang memberikan artian tentang “makna
KASIH.” Segala teori itu juga sering dihubungkan dengan Kekristenan atau
kepada para pengikut Kristus. Teladan utama dari kasih adalah Yesus Kristus itu
sendiri.
Tuhan Yesus adalah wujud TUHAN yang penuh kasih,
yang menangkal sifat manusia yang egois dengan mengorbankan diriNya di kayu salib
agar manusia mendapatkan pengampunan dari dosa.
Di dalam teks ini juga, digambarkan TUHAN memiliki
amarah dan amarah itu “sedikit lagi” akan “mendarat” kepada masyarakat Niniwe. Apakah
amarah TUHAN itu dapat menghapus sifat kasih yang ada pada diriNya? TIDAK!!
Di dalam amarahNya, TUHAN sesungguhnya tetap mengasihi mereka. Hal yang logis yang menunjukkan hal tersebut adalah bukan tidak
mungkin karena kejahatan mereka, TUHAN dalam sekejap saja dapat langsung
memusnahkan tempat dan juga pengisi dari Niniwe.
TUHAN “mengulur” waktu dengan memanggil Yunus yang dipilih dan diutus untuk memberitakan penghukuman dan juga pemusnahan kepada Niniwe dan pengisinya. Secara tidak langsung, TUHAN memberikan sebuah “perpanjangan waktu” kepada pengisi Niniwe untuk mengetahui kesalahan mereka dan “semoga” muncul itikad untuk merubah perilaku mereka dan membenci kejahatan yang sudah dilakukan mereka selama ini.
Akhirnya penduduk Niniwe bertobat dengan berpuasa dan menggunakan kain berkabung
Inilah puncak pertobatan mereka: “Mereka akhirnya percaya kepada TUHAN” (Ayat 5). Percaya karena mereka “sudah mengenal” siapa TUHAN dan tahu apa yang mereka perbuat selama ini tidak berkenan di hadapan TUHAN.
Ya, mereka sudah mengenal TUHAN dan sifatNya. Lebih daripada itu, setelah mereka menyadari, mereka lalu mengubah diri mereka sesuai dengan kehendak TUHAN. Ini yang diperlukan bagi manusia yang sudah mengenal TUHAN!
TUHAN hanya menginginkan: “Kita mau melakukan apa yang TUHAN kehendaki meskipun itu berlawanan dengan pemikiran, karakter, kebiasaan dan persepsi fikiran kita.” Ketaatan itulah satu-satunya yang dapat dilakukan manusia, tidak hanya teori ataupun pemikiran.
Apa yang TUHAN
bicarakan, ya saya mau mendengar!
Apa yang TUHAN
mau, ya saya lakukan!
Apa yang TUHAN lakukan, ya saya ikuti!
Maka kita akan
selamat dan merasakan kasih TUHAN yang sesungguhnya!
III. KESIMPULAN
TUHAN mau
menguji ketaatan dari Yunus sebagai umat TUHAN yang sepenuhnya mengikuti apa
yang diperintahkan dan difirmankan TUHAN. Artinya: Secara teori, Yunus sudah
masuk di dalam kategori umat TUHAN yang tidak melawan Firman, tetapi secara
praktek dan pengakuan iman, perintah TUHAN menjadi sebuah ujian baginya.
Ini juga yang
dituntut di dalam hidup para pengikut Kristus. Tuhan Yesus yang kita kenal menginginkan
kita agar kita mau mengikuti apa yang Dia kehendaki di dalam cara hidup kita. Dengar
apa yang Tuhan Yesus katakan di dalam berbagai cara yang Dia perbuat! Lakukan maka
kita akan tetap hidup di dalam kemurahan hati dan kasihNya yang menyelamatkan kita. Tidak hanya untuk kita, tetapi untuk semua manusia. Amin.
Syalom..!!
Selamat
hari Minggu untuk kita semua..!!
Tuhan
Yesus Memberkati..!!
Pdt.
Ferdinand Fernando Silaen
Komentar
Posting Komentar